MODEL-MODEL E-LEARNING DAN
PENGEMBANGANNYA
Oleh:
Pujiyanto, Muhammad Ali Maftuh dan Mumtazah Kamilah
PENDAHULUAN
E-learning merupakan
singkatan dari Elektronic Learning, yang merupakan cara
baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya
internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan
konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam arti luas E-learning bisa
mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara
formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran
dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun
berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola
e-learning dan pembelajar sendiri). Adapun secara informal dengan interaksi
yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau
website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa,
program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas tanpa
memungut biaya.[1]
PEMBAHASAN
A.
Model-model
E-learning
E-learning didefinisikan
sebagai sebuah proses belajar yang difasilitasi dan didukung dengan penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi (ICT atau ILT). Definisi ini relatif tidak
terbantahkan, meskipun beberapa orang menginginkan untuk membatasi e-learning
khusus dalam penggu-naan teknologi berbasis komputer, atau bahkan lebih
sempit pada penggunaan internet. Teknologi berbasis komputer tidak memasukkan
alat-alat seperti whiteboard elektronik dan media analog seperti video.
Keuntungan menggunakan definisi yang lebih luas dalam kajian ini adalah bahwa
tingkat kemungkinan yang paling besar dari model-model belajar dan prosedur
pemodelan dapat dimasukkan sebagai rujukan.
Model adalah tema yang cukup
problematik dan digunakan secara berbeda-beda oleh tiga komunitas. Jika model
merupakan representasi dari sebuah tujuan, maka kemudian secara jelas ia
menjadi sesuatu yang dimaksudkan oleh pengguna (user). Semakin berbeda
maksud, maka user akan menghendaki model yang berbeda, atau kerangka
kerja model yang berbeda untuk merepresentasikan e-learning.
Beberapa definisi model e-learning
muncul dari beberapa kalangan. Pertama, para praktisi cenderung menggunakan
“model” dalam arti “pendekatan belajar dan mengajar”. Contoh, mereka mungkin
berbicara tentang penggunaan “problem-based (berbasis masalah)”, “outcome-based
(berbasis keluaran)”, atau secara spesifik lebih popular dengan pendekatan
konstruktivistik ketika merencanakan materi dan pembelajaran. Untuk mencapai
tujuan tersebut di atas, sebuah model yang menggambarkan sebuah pendekatan
belajar dan mengajar di mana ia didesain untuk dipraktekkan oleh para praktisi
di sebut dengan “practice model” atau sebuah pendekatan praktis.
Kedua, menurut para peneliti “model”
adalah arti sebuah cara untuk menjelaskan atau mengeksplorasi sesuatu yang
terjadi di dalam konteks belajar. Model-model ini secara umum berada pada level
abstraksi yang lebih tinggi dari pada practice model dan lebih eksplisit
tentang komitmen-komitmen teoritikal mereka (seperti tentang kognitif,
sosio-kultural, atau cybernetic). Dalam praktek-praktek yang
berorientasi lapangan seperti pendidikan, para peneliti menginginkan
model-model mereka menjadi berarti, dan demikian juga dengan hasil penelitian
mereka. Tetapi, sangat penting untuk memperhatikan perbedaan filosofis antara practice
model yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menentukan cara-cara praktek
dengan theoretical model yang dimaksudkan untuk menyusun program-program
penelitian.
Ketiga, komunitas pengembangan
teknik dan standar menggunakan “model” adalah sebuah cara untuk menyusun
representasi seperti pemberian kode (misalnya XML) atau menyesuaikan dengan
standar dan spesifikasi yang ada (misalnya IMS LOM). Sebuah sistem VLE single
misalnya, akan tergantung pada sejumlah bagian yang terpisah-pisah tetapi
model-model data antar operator terkait dengan para pengguna, prosedur
administratif, isi materi belajar dan lain-lain. Jenis model ini disebut dengan
“technical model” [2]
Menurut keterangan lain
tentang format atau bentuk-bentuk model e-learning bahwa elearning dapat
dibentuk dalam format weekly (mingguan), topic, social dan grup
mode.
Format weekly adalah
model e-learning yang dibuat untuk pembelajaran dalam waktu mingguan, sehingga
di setiap minggu dapat ditambahkan bab atau materi yang diajarkan pada minggu
tersebut.
Format topic adalah model yang hampir sama dengan
model weekly akan tetapi model ini tidak tergantung pada batasan waktu
tertentu sehingga tidak perlu mendefinisikan tanggal mulai dan tanggal akhir
pembelajaran.
Format social
adalah model yang tidak menekankan pada isi materi akan tetapi didasarkan pada
forum yang ada pada halaman utama, dan model ini cocok untuk materi
pembelajaran situasional.
Group mode
adalah model elearning dengan pengelompokan kelas pembelajaran. Dalam model ini
pembelajaran dapat dibagi pada beberapa kelompok yaitu :
1.
No Group
adalah model elearning dengan kelas pembelajaran yang tidak dibagi menjadi
beberapa kelompok atau dalam kata lain kelas pembelajaranya untuk umum.
2.
Separate Group
adalah model elearning untuk beberapa kelompok dimana tiap-tiap kelompok hanya
dapat kelompoknya sendiri
3.
Visible Groups
adalah model elearning untuk beberapa kelompok dan tiap-tiap kelompok dapat
melihat kelompok lainya.[3]
“Berdasarkan teknologi informatika yang
digunakan, e-learning dikelompokkan berdasarkan basis teknologi sebagai
berikut:
1.
Computer
Based Training (CBT)
Basis utama proses belajar
mengajar ini adalah Program Komputer (Software), yang biasa dipakai untuk
belajar secara interaktif dan fleksibel. Biasanya software-software pelajaran
ini berisikan bagian-bagian multimedia, seperti Animasi dan juga bagian-bagian Tools
sebagai alat untuk menyelesaikan soal-soal latihan. Bagian multimedia biasanya
digunakan untuk menjelaskan bahan-bahan pelajaran dan menjadikannya mudah
dimengerti oleh pengguna. Dengan menggunakan Tools yg disediakan maka pengguna
mempunyai kesempatan untuk mencoba soal-soal latihan tanpa batasan jumlah dan
tingkat kesulitannya. Sistem CBT ini mulai berkembang di tahun 80-an dan masih
berkembang terus sampai sekarang. Hal ini ditunjang antara lain oleh
perkembangan sistem animasi yg kian menarik dan realistis (misalnya sistem
animasi 3 Dimensional). Selain untuk pelajar, sistem inipun digemari oleh perusahaan-perusahaan
untuk mendidik karyawannya. Namun, pada e-learning dengan konsep ini,
komunikasi yang terjadi hanya komunikasi satu (1) arah.
2. Web Based Training (WBT)
Sistem ini merupakan perkembangan lanjutan dari
CBT dan berbasis teknologi internet. Sehingga dengan menggunakan konsep ini,
dapat terjadi komunikasi dua (2) arah antar pengguna. Namun lancarnya proses
belajar dengan menggunakan sistem ini bergantungkepada infrastruktur jaringan
kecepatan tinggi. Namun kendala penerapan konsep ini terletak pada kenyataan
bahwa memang jaringan internet di negara kita masih belum merata. Pada
dasarnya, terdapat 3 (tiga) alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih,
yakni :
1. Sepenuhnya secara tatap muka (konvensional)
2. Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi
melalui internet, atau bahkan
3. Sepenuhnya melalui internet.
Salah satu komponen WBT yg sangat digemari
adalah video-conferencing, yaitu dimana siswa dan guru dapat langsung
mendiskusikan semua hal tanpa harus bertemu muka secara langsung. Sistem ini
berkembang pesat di negara-negara maju dan dapat dimanfaatkan sebagai alat
belajar mengajar di virtual classes ataupu virtual universities.”[4]
B. Model-Model
Pengembangan E-Learning
Desain model pengembangan e-learning setidaknya
dapat dikembang-kan dari dua model berikut ini:
1.
Model Mental (Mental Model)
Model mental merupakan
penyajian-penyajian konseptual dan operational yang dikembangkan ketika orang
berhubungan dengan sistem kompleks. Model-model mental merupakan pemikiran yang
terdiri atas kesadaran terhadap berbagai komponen dari suatu sistem dan dievaluasi
menggunakan berbagai metode termasuk pemecahan masalah, trouble-shooting
perfomance, ingatan informasi, pengamatan dan prediksi user (pengguna)
terhadap perfomance (pengetahuan capaian). Model mental nampak lebih
dari sekedar peta struktural dari komponen-komponen; meskipun pengetahuan
sendiri merupakan peta mental yang harus disimpulkan dari suatu perbuatan.
Komponen-komponen model mental antara
lain: pertama, pengetahuan struktural, merupakan pengetahuan tentang konsep
struktur domain pengetahuan dan diukur melalui jaringan dan peta atau
lingkaran-lingkaran konsep. Metoda ini berasumsi bahwa pengetahuan struktural
dapat dibentuk menggunakan lambang. Kedua, pengetahuan capaian (perfomance),
untuk tujuan menilai pengetahuan perfomance, pembelajar diberi tugas-tugas
pemecahan masalah untuk menguji kesan visual mereka. Ketiga, pengetahuan
reflektif, di sini pembelajar bisa menunjuk-kan kepada yang lain bagaimana cara
melaksanakan suatu tugas tertentu. Dengan cara ini pembelajar pertama harus
membuat daftar perintah, deskripsi tugas dan diagram alur untuk menguji
gambaran mental nya.
Keempat, gambaran dari sistem, merupakan
kenyataan model pembelajar yang secara khas dinilai dengan meminta pembelajar
untuk mengartikulasikan dan memvisualisasikan bentuk - bentuk fisik. Kelima,
kiasan-kiasan (metaphor), seperti juga gambar-gambar, pembelajar akan
sering menghubungkan sistem baru dengan pengetahuan yang ada sehingga dapat
dilihat orang lain. Keenam, pengetahuan eksekutif, untuk tujuan memecahkan
permasalahan, pembelajar harus mengetahui kapan mengaktifkan dan menerapkan
sumber daya kognitif yang diperlukan.
2.
Model Belajar Magang Kognitif (cognitive
apprenticeship model)
Model ini berdasarkan pada berbagai
kondisi-kondisi belajar misalnya belajar berlangsung dalam konteks aktivitas
yang berkelanjutan, penuh arti dimana pembelajar perlu menerima umpan balik
segera. Orang lain dapat bertindak sebagai model-model yang menyediakan bentuk
yang dihubungkan dengan pengalaman pembelajar; konsep belajar fungsional dengan
tujuan belajar yang tegas.
Model belajar magang tradisional
biasanya memberi peluang untuk latihan. Karakteristik model belajar ini antara
lain: gagasan bahwa pekerjaan adalah daya penggerak, dan penguasaan progresif
terhadap tugas-tugas dihargai sebagai nilai penyelesaian pekerjaan;
ketrampilan-ketrampilan tertentu diawali dengan belajar tugas; belajar
dipusatkan pada capaian (perfomance) dan kemampuan untuk melakukan sesuatu; dan
standar pencapaian diaktualisasikan dalam pekerjaan nyata.
Sesuatu yang dapat dijadikan teladan
dalam metodologi belajar tradisional yakni menyediakan satu dasar pijakan untuk
penggunaan model belajar magang kognitif dalam pengembangan materi print dan
Web-based. Model ini mengabaikan perbedaan-perbedaan antara pendidikan dan
pelatihan dan membantu pembelajar untuk menjadi seorang ahli.
C. Contoh Model Pengembangan
E - Learning
1.
Model Pengembangan E-Learning dengan
Pendekatan Knowledge Management (KM)
Secara umum knowledge
management meliputi dua bagian utama, yaitu proses-proses yang dalam
pengetahuan itu sendiri dan elemen-elemen penopang, seperti orang
dan teknologi. Proses dalam knowledge management merupakan pendekatan
yang tepat untuk dijadikan sebagai landasan pengembangan e-learning,
karena proses-proses itu sendiri yang terjadi dalam proses pembelajaran. Banyak
pakar mengusulkan proses-proses yang terdapat dalam knowledge management.
Knowledge Management (KM) dapat didefiniskan sebagai satu set (himpunan)
intervesi orang, proses dan tool (teknologi) untuk mendukung proses
pembuatan, pembau-ran, penyebaran dan penerapan pengetahuan.
Pembuatan
pengetahuan adalah proses perbaikan atau penambahan potongan-potongan
pengetahuan tertentu selama proses pembelajaran terjadi melalui pengalaman.
Pembauran pengetahuan merupakan proses pengumpulan, penyimpanan dan penyortiran
dari pengetahuan yang dikembangkan dengan pengetahuan yang dimiliki. Penyebaran
pengetahuan adalah proses pengambilan dan pendistribusian pengetahuan untuk
dipergunakan dalam proses pembelajaran yang lain. Penerapan pengetahuan
merupakan proses pemanfaatan pengetahuan yang ada untuk membantu menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Pengetahuan dikembangkan dalam proses pengalaman,
seperti problem-solving, projek atau tugas.
Melalui proses knowledge
management ini memberikan kerangka yang menyeluruh terhadap pengetahuan itu
sendiri yang menjadi sumber dalam proses pembelajaran, dan juga tentunya dalam e-learning.
Pelajar (learner) dan juga pengajar (teacher) dapat melibatkan
diri dalam proses daur hidup pengetahuan, dan akhirnya dapat mengikuti
perkembangan pengetahuan itu sendiri untuk mencapai nilai-nilai yang lebih
besar dari sebelumnya.
Gambar di bawah
ini menjelaskan tiga tipe perangkat lunak e-learning yang dapat
dikembangkan untuk mendukung proses pembelajaran secara lebih menyeluruh dengan
pendekatan KM.
Gambar 1:
Relasi Tiga Tipe Perangkat Lunak
E-Learning

2.
Model Pengembangan E-Learning dengan
Pendekatan Moodle
Moodle adalah sebuah nama untuk sebuah program
aplikasi yang dapat merubah sebuah media pembelajaran ke dalam bentuk web.
Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk ke dalam ruang kelas digital untuk
mengakses materi-materi pembelajaran. Dengan menggunakan moodle, kita
dapat membuat materi pembelajaran, kuis, jurnal elektronik dan lain-lain. Moodle
itu sendiri adalah singkatan dari Modular Object Oriented Dynamic
Learning Environment.
Moodle merupakan sebuah aplikasi Course
Management System (CMS) yang gratis dapat di-download, digunakan
ataupun dimodifikasi oleh siapa saja dengan lisensi secara GNU (General
Public License), aplikasi Moodle dapat ditemukan di alamat
http://www.moodle.org/.
Moodle dapat digunakan untuk membangun sistem
dengan konsep e-learning (pembelajaran secara elektronik) ataupun Distance
Learning (Pembelajaran Jarak Jauh). Dengan konsep ini sistem pembelajaran
akan tidak terbatas ruang dan waktu. Seorang pendidik dapat memberikan materi
pembelajaran dari mana saja. Begitu juga seorang peserta didik dapat mengikuti
pembelajaran dari mana saja.
Bahkan proses
kegiatan tes ataupun kuis dapat dilakukan dengan jarak jauh. Seorang pendidik
dapat membuat materi soal ujian secara online dengan sangat mudah. Sekaligus
juga proses ujian atau kuis tersebut dapat dilakukan secara online sehingga
tidak membutuhkan kehadiran peserta ujian dalam suatu tempat. Peserta ujian
dapat mengikuti ujian di rumah, kantor, warnet bahkan di saat perjalanan dengan
membawa laptop dan mendukung koneksi internet.
Berbagai bentuk
materi pembelajaran dapat dimasukkan dalam aplikasi moodle ini. Berbagai
sumber () dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. Naskah tulisan yang
ditulis dari aplikasi pengolah kata Microsoft Word, materi presentasi yang
berasal dari Microsoft Power Point, Animasi Flash dan bahkan materi dalam
format audio dan video dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. resource
Berikut ini
beberapa aktivitas pembelajaran yang didukung oleh Moodle adalah sebagai
berikut (1) Assignment. Fasilitas ini digunakan untuk memberikan
penugasan kepada peserta pembelajaran secara online. Peserta pembelajaran dapat
mengakses materi tugas dan mengumpulkan hasil tugas mereka dengan mengirimkan
file hasil pekerjaan mereka, (2) Chat. Fasilitas ini digunakan untuk
melakukan proses chatting (percakapan online). Antara pengajar dan
peserta pembelajaran dapat melakukan dialog teks secara online, (3) Forum. Sebuah
forum diskusi secara online dapat diciptakan dalam membahas suatu materi
pembelajaran. Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat membahas
topik-topik belajar dalam suatu forum diskusi, (4) Kuis. Dengan
fasilitas ini memungkinkan untuk dilakukan ujian ataupun test secara online,
(5) Survey. Fasilitas ini digunakan untuk melakukan jajak pendapat.
Moodle mendukung pendistribusian
paket pembelajaran dalam format SCORM (Shareble Content Object Reference
Model). SCORM adalah standard pendistribusian paket pembelajaran elektronik
yang dapat digunakan untuk menampung berbagai macam format materi pembelajaran,
baik dalam bentuk teks, animasi, audio dan video. Dengan menggunakan format
SCORM maka materi pembelajaran dapat digunakan dimana saja pada apalikasi e-learning
lain yang mendukung SCORM. Saat ini telah banyak aplikasi e-learning yang
mendukung format SCORM ini. Dengan demikian maka antar lembaga pendidikan,
sekolah ataupun kampus dapat saling bertukar materi e-learning untuk
saling mendukung materi pembelajaran elektronik ini. Dosen atau pengajar cukup
membuat sebuah materi e-learning dan menyimpannya dalam file dengan
format SCORM dan memberikan
materi pembelajaran tersebut dimanapun dosen atau pengajar itu bertugas.
D. Strategi
Pengembangan Model-Model E-Learning
Ketika berbicara tentang strategi
pengembangan e-learning, maka hakekatnya adalah sama saja dengan
strategi pengembangan perangkat lunak. Hal ini karena e-learning adalah
juga merupakan suatu perangkat lunak. Dalam ilmu rekayasa perangkat lunak (software
engineering), ada beberapa tahapan yang harus dilalui pada saat
mengembangkan sebuah perangkat lunak sebagaimana dideskripsikan dalam gambar di
bawah ini:
Gambar 2
Tahapan Rekayasa Perangkat Lunak

Masalah analisa kebutuhan ditonjolkan
karena ini hal terpenting yang sering dilupakan oleh pengembang aplikasi e-learning.
Pengembang terobsesi untuk membuat aplikasi e-learning terlengkap dan
terbaik, padahal hal itu belum tentu sesuai dengan kebutuhan sebenarnya dari
pengguna. Dari berbagai literatur yang ada, kegagalan e-learning sebagian
besar diakibatkan oleh kegagalan dalam analisa kebutuhan yang mengandung
pengertian bahwa pengembang tidak berhasil meng-capture apa sebenarnya
kebutuhan dari pengguna (user needs). Hasil dari proses analisa
kebutuhan (requirements analysis) pengguna selanjutnya diterjemahkan
sebagai fitur-fitur yang sebaiknya masuk dalam sistem e-learning yang
dikembangkan.7
Strategi
pengembangan model e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai
tujuan yang diinginkan. Jika disepakati bahwa e-learning di dalamnya
juga termasuk pembelajaran berbasis internet. Ada tiga kemungkinan dalam
strategi pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web
course, web centric course, dan web enhanced course.
Web course adalah penggunaan internet untuk
keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah
dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi,
konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya
sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan
sistem jarak jauh.
Web centric course adalah penggunaan internet yang
memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian
materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka.
Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk
pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya.
Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang
relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi
tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
Sedangkan model web enhanced course adalah
pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang
dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan
komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota
kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran
pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di
internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan
dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan
diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan
lain yang diperlukan.
Pengembangan e-learning tidak
hanya menyajikan meteri pelajaran secara on-line saja, namun harus
komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik belajar
dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan
internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati,
ada tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu
sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta
didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada
panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu
sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar
itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya.
Syarat
personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya
seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan
dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya,
serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta
didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini
ditunjang dengan respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik
lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin
oleh pengajar atau pengelola.
Untuk meningkatkan daya tarik belajar,
perlu menggunakan teori games. Teori ini dikemukakan setelah diadakan
sebuah pengamatan terhadap perilaku para penggemar games komputer yang
berkembang sangat pesat. Bermain games komputer sangatlah mengasyikan,
para pemain akan dibuat hanyut dengan karakter yang dimainkannya lewat komputer
tersebut. Bahkan mampu duduk berjam-jam dan memainkan permainan tersebut dengan
senang hati.8
Fenomena ini sangat menarik dalam
mendesain e-learning, dengan membuat sistem yang mampu menghanyutkan
peserta didik untuk mengikuti setiap langkah belajar di dalamnya seperti
layaknya ketika bermain sebuah games. Penerapan teori games dalam
merancang materi e-learning perlu dipertimbangkan karena pada dasarnya
setiap manusia menyukai permainan.
Secara ringkas, e-learning perlu
diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara konvensional, hanya saja
dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet. Oleh karena itu e-leraning
perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem
pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang
operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre test,
membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang
jelas, contoh-contoh kongkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post
test, sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu
merancang e-laarning perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: guru,
ahli materi, ahli komunikasi, programmer, seniman, dll.9
Sedangkan untuk strategi pelaksanaan
model pembelajaran e-learning, setidaknya terdapat empat model yang
dapat digunakan dalam pelaksanaan e-learning di sekolah-sekolah. Setiap
model yang digunakan mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pemilihan
bergantung kepada infrastruktur telekomunikasi dan peralatan yang tersedia di
sekolah. Model-model tersebut ialah:
1.
Selective Model
Jika jumlah
komputer sangat terbatas, ia dapat ditunjukkan kepada siswa sebagai bahan
demontrasi saja. Jika ada beberapa komputer, siswa diberi peluang untuk
mendapat sedikit pengalaman hands-on.
2.
Sequential Model
Jika jumlah
komputer sedikit, siswa dalam kelompok kecil bergerak dari satu set sumber
informasi ke sumber yang lain. Bahan e-learning digunakan sebagai bahan
rujukan atau bahan informasi baru. Jika terdapat beberapa komputer, siswa
diberi peluang untuk mendapatkan pengalaman hands-on.
3. Static Station Model
Jika jumlah
komputer sedikit, guru mempunyai beberapa sumber berbeda untuk mencapai
objektif pembelajaran yang sama. Bahan e-learning digunakan oleh
beberapa kelompok siswa manakala siswa lain menggunakan sumber yang lain untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang sama.
4.
Laboratory Model
Jika jumlah
komputer mencukupi untuk semua siswa, maka bahan e-learning dapat
digunakan oleh semua siswa sebagai bahan pembelajaran mandiri. Model ini boleh
digunakan jika sekolah mempunyai perangkat komputer yang dilengkapi dengan
jaringan internet.
E.
Meningkatkan Praktek Melalui Pengembangan Model-Model E-Learning
Setidaknya ada dua cara yang mungkin
ditempuh untuk mening-katkan praktek melalui pengembangan model e-learning.
1.
Practice Models
Adalah
mengembangkan atau membandingkan, mengevaluasi menurut model-model teoritikal
saat ini dan kriteria penelitian, kemudian mengkomunikasikan kepada para
praktisi, terkait dengan informasi mengenai konteks dan outcome. Yang
sangat penting adalah menginformasikan keputusan tentang penggunaannya.
Model-model
tersebut dapat dikomunikasikan dalam beberapa cara yaitu melalui: (1)
Rencana-rencana pelajaran/desain belajar untuk lingkungan belajar yang
sebetulnya atau yang dicampur-campur, (2) memberi saran untuk mewujudkan
alat-alat e-learning yang lebih spesifik serta mempraktekkannya, (3)
sebuah matriks pendekatan belajar dengan mempertimbangkan resiko, keuntungan
dan ketepatan penggunaannya dalam konteks, (4) sebuah database tentang
kegiatan-kegiatan yang mana para praktisi dapat mencari, membuat indeks untuk
dampak belajar yang spesifik, konteks, atau kebutuhan, (5) alat bantu seperti
arahan bagi para praktisi untuk rencana pembelajaran yang tepat yang berupa
kegiatan-kegiatan dan nasehat sebagaimana tersebut di atas, (6) sebuah taman
pengetahuan online yang para peneliti dan para praktisi member
kontribusi, memperbaiki, menggambar dan membentuk konsep-konsep jaringan kunci
dalam e-learning, (6) bahan-bahan untuk digunakan dalam pengembangan
staf dan/atau refleksi seperti penyatuan modul-modul FPP atau untuk inisiatif
pengembangan yang lain, (7) meningkatkan fungsi perpustakaan digital seperti
mencari dan mengevaluasi sumber-sumber belajar.
2.
Standar dan Sistem Teknis (proven
practice model)
Model-model data
yang muncul akan mengkode peran belajar, konten, alat-alat dan pelayanan, serta
mendukung interaksi di antara mereka. Standar dan sistem yang baru ini
kemungkinan juga mempersilahkan model praktek yang baru dan modul-modul baru
untuk muncul. Outcome spesifik yang diinginkan mencakup (1) masukan
untuk desain belajar IMS dan standar-standar lain yang relevan untuk memastikan
keluasan practice model dapat didukung, (2) pengembangan alat-alat
desain belajar lebih lanjut untuk membantu para praktisi merencanakan dan
mengimplementasikan pendekatan-pendekatan e-learning yang lebih efektif, (3)
alat-alat belajar yang berbentuk modul, kegiatan-kegiatan dan scenario yang
dapat diambil dan dimainkan dalam platform belajar terbuka, (4) sistem tutorial
yang cerdas” dan “adaptif” untuk menggantikan peran guru atau praktisi dalam
interaksi belajar yang spesifik, (5) pemetaan perbendaharaan kata teknis dan
standar bagi tema-tema yang berorientasi praktek dan forum-forum yang
melibatkan para praktisi dalam perdebatan seputar standar e-learning
Kedua cara
tersebut akan meningkat drastis dengan sebuah standar kerangka kerja untuk
merepresentasikan model-model praktek, memberikan perbandingan yang efektif
antara model-model dan dukungan para praktisi pembuat keputusan dan refleksi.
Ini merupakan tugas para pengkaji model-model e-learning untuk
mengeksplorasi apakah model-model praktek yang berbeda-beda dapat
diartikulasikan menurut kerangka kerja umum yang dapat diterima oleh para
praktisi. Kerangka kerja tersebut seharusnya juga dapat diterima oleh para
peneliti pendidikan agar dapat mengevaluasi apakah practice models secara
pedagogis dapat diterima. Dan akhirnya ia seharusnya dapat diterjemah-kan ke
dalam technical models untuk dapat mengembangkan sistem berbasis standar
seperti segala sesuatu yang terlibat dalam mendukung desain belajar.
Ada empat
komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan menggunakan model e-learning
di sekolah. Pertama, siswa dituntut secara mandiri dalam belajar
dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar siswa mampu mengarahkan,
memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Kedua, guru
mampu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan, memfasilitasi dalam
pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ketiga,
tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang keempat, administrator
yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi pembelajaran.
Kunci sukses
terealisasinya program e-learning, yakni adanya perencanaan dan leadership
yang terarah dengan mempertimbangkan efektifitas dalam pembiayaan,
integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam mengadopsi perubahan model
pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung kemampuan mencari bahan
pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar. Ada empat
langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning yakni pertama,
menentukan strategi yang jelas tentang target audience, pembelajarannya,
lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget dan
pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang tunai. Kedua,
menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial
or OS-LMS. Ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahaan yang
mengembangkan penelitian berkaitan dengan program e-learning yang
dikembangkan di sekolah. Keempat, menyiapkan bahan-bahan yang akan
dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta menyiapkan
short response time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan
masak-masak dalam konteks investasi jangka panjang.
Langkah-langkah
kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam pengembangan bahan pembelajaran
adalah mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan setiap pertemuan,
menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional
dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Bahan
tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power
point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar siswa
lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari serta diberikan
latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran sekaligus
sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan (additional matter)
hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang ada di
internet agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka
secara teknis guru tinggal meng-upload ke situs e-learning yang
telah dibuat. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program e-learning/digital
classroom adalah guru menggunakan internet dan email untuk berinteraksi
dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu mengatur waktu
belajar, dan pengaturan efektifitas pemanfaatan internet dalam ruang multi
media.11
Menjelaskan
ruang lingkup materi yang akan dibuat dalam E Learning serta karakteristiknya.
Penjelasan karakteristik materi menjadi acuan penting dalam perancangan metode
pembelajaran yang tepat. SAP/GBPP bisa menjadi panduan untuk menentukan secara
detil bagaimana ruang lingkup dan karakteristik materi yang akan dibangun.
Pokok bahasan
|
Sub. Pokok bahasan
|
karakteristik
|
pendahuluan
|
Aturan Perkuliahan
Peran PL
Definisi PL dan RPL
Aktivitas Fundamental dari Proses PL
|
Paparan
Paparan, Contoh
Paparan
|
Model proses PL
|
Model Waterfall
Model Process Incremental
Model Incremental
RAD Model
Model Process Evolutionary
Model Prototyping
Model Spiral
Model Concurent Development
Model Process – model process khusus
V Model
The UP
|
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisa si
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
|
Rekayasa system dan
analisis kebutuhan
|
Definisi sistem berbasis komputer
Pemodelan sistem
Rekayasa Proses Bisnis
Rekayasa Produk
Example
|
|
[1]
http://e-dufiesta.blogspot.com/2008/06/pengertian-e-learning.html
[2] Sihabuddin, Model-Model Pengembangan
E-learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, (Nizami 2009, Vol.12, No.1),
hlm. 93-94
[3]
http://elearning.undana.ac.id/
[4]
http://wilis.himatif.or.id/download/model-model%20e-learning.pdf