Jumat, 29 Juni 2012

Model-model E-Learning


MODEL-MODEL E-LEARNING DAN PENGEMBANGANNYA
Oleh: Pujiyanto, Muhammad Ali Maftuh dan Mumtazah Kamilah
PENDAHULUAN
            E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, yang merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam arti luas E-learning bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Adapun secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas tanpa memungut biaya.[1]
           
PEMBAHASAN
A.     Model-model E-learning
E-learning didefinisikan sebagai sebuah proses belajar yang difasilitasi dan didukung dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT atau ILT). Definisi ini relatif tidak terbantahkan, meskipun beberapa orang menginginkan untuk membatasi e-learning khusus dalam penggu-naan teknologi berbasis komputer, atau bahkan lebih sempit pada penggunaan internet. Teknologi berbasis komputer tidak memasukkan alat-alat seperti whiteboard elektronik dan media analog seperti video. Keuntungan menggunakan definisi yang lebih luas dalam kajian ini adalah bahwa tingkat kemungkinan yang paling besar dari model-model belajar dan prosedur pemodelan dapat dimasukkan sebagai rujukan.
Model adalah tema yang cukup problematik dan digunakan secara berbeda-beda oleh tiga komunitas. Jika model merupakan representasi dari sebuah tujuan, maka kemudian secara jelas ia menjadi sesuatu yang dimaksudkan oleh pengguna (user). Semakin berbeda maksud, maka user akan menghendaki model yang berbeda, atau kerangka kerja model yang berbeda untuk merepresentasikan e-learning.
Beberapa definisi model e-learning muncul dari beberapa kalangan. Pertama, para praktisi cenderung menggunakan “model” dalam arti “pendekatan belajar dan mengajar”. Contoh, mereka mungkin berbicara tentang penggunaan “problem-based (berbasis masalah)”, “outcome-based (berbasis keluaran)”, atau secara spesifik lebih popular dengan pendekatan konstruktivistik ketika merencanakan materi dan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, sebuah model yang menggambarkan sebuah pendekatan belajar dan mengajar di mana ia didesain untuk dipraktekkan oleh para praktisi di sebut dengan “practice model” atau sebuah pendekatan praktis.
Kedua, menurut para peneliti “model” adalah arti sebuah cara untuk menjelaskan atau mengeksplorasi sesuatu yang terjadi di dalam konteks belajar. Model-model ini secara umum berada pada level abstraksi yang lebih tinggi dari pada practice model dan lebih eksplisit tentang komitmen-komitmen teoritikal mereka (seperti tentang kognitif, sosio-kultural, atau cybernetic). Dalam praktek-praktek yang berorientasi lapangan seperti pendidikan, para peneliti menginginkan model-model mereka menjadi berarti, dan demikian juga dengan hasil penelitian mereka. Tetapi, sangat penting untuk memperhatikan perbedaan filosofis antara practice model yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menentukan cara-cara praktek dengan theoretical model yang dimaksudkan untuk menyusun program-program penelitian.
Ketiga, komunitas pengembangan teknik dan standar menggunakan “model” adalah sebuah cara untuk menyusun representasi seperti pemberian kode (misalnya XML) atau menyesuaikan dengan standar dan spesifikasi yang ada (misalnya IMS LOM). Sebuah sistem VLE single misalnya, akan tergantung pada sejumlah bagian yang terpisah-pisah tetapi model-model data antar operator terkait dengan para pengguna, prosedur administratif, isi materi belajar dan lain-lain. Jenis model ini disebut dengan “technical model” [2]
Menurut keterangan lain tentang format atau bentuk-bentuk model e-learning bahwa elearning dapat dibentuk dalam format weekly (mingguan), topic, social dan grup mode.
Format weekly adalah model e-learning yang dibuat untuk pembelajaran dalam waktu mingguan, sehingga di setiap minggu dapat ditambahkan bab atau materi yang diajarkan pada minggu tersebut.
Format topic adalah model yang hampir sama dengan model weekly akan tetapi model ini tidak tergantung pada batasan waktu tertentu sehingga tidak perlu mendefinisikan tanggal mulai dan tanggal akhir pembelajaran.
Format social adalah model yang tidak menekankan pada isi materi akan tetapi didasarkan pada forum yang ada pada halaman utama, dan model ini cocok untuk materi pembelajaran situasional.
Group mode adalah model elearning dengan pengelompokan kelas pembelajaran. Dalam model ini pembelajaran dapat dibagi pada beberapa kelompok yaitu :
1.      No Group adalah model elearning dengan kelas pembelajaran yang tidak dibagi menjadi beberapa kelompok atau dalam kata lain kelas pembelajaranya untuk umum.
2.      Separate Group adalah model elearning untuk beberapa kelompok dimana tiap-tiap kelompok hanya dapat kelompoknya sendiri
3.      Visible Groups adalah model elearning untuk beberapa kelompok dan tiap-tiap kelompok dapat melihat kelompok lainya.[3]
“Berdasarkan teknologi informatika yang digunakan, e-learning dikelompokkan berdasarkan basis teknologi sebagai berikut:
1.       Computer Based Training (CBT)
Basis utama proses belajar mengajar ini adalah Program Komputer (Software), yang biasa dipakai untuk belajar secara interaktif dan fleksibel. Biasanya software-software pelajaran ini berisikan bagian-bagian multimedia, seperti Animasi dan juga bagian-bagian Tools sebagai alat untuk menyelesaikan soal-soal latihan. Bagian multimedia biasanya digunakan untuk menjelaskan bahan-bahan pelajaran dan menjadikannya mudah dimengerti oleh pengguna. Dengan menggunakan Tools yg disediakan maka pengguna mempunyai kesempatan untuk mencoba soal-soal latihan tanpa batasan jumlah dan tingkat kesulitannya. Sistem CBT ini mulai berkembang di tahun 80-an dan masih berkembang terus sampai sekarang. Hal ini ditunjang antara lain oleh perkembangan sistem animasi yg kian menarik dan realistis (misalnya sistem animasi 3 Dimensional). Selain untuk pelajar, sistem inipun digemari oleh perusahaan-perusahaan untuk mendidik karyawannya. Namun, pada e-learning dengan konsep ini, komunikasi yang terjadi hanya komunikasi satu (1) arah.
2.      Web Based Training (WBT)
Sistem ini merupakan perkembangan lanjutan dari CBT dan berbasis teknologi internet. Sehingga dengan menggunakan konsep ini, dapat terjadi komunikasi dua (2) arah antar pengguna. Namun lancarnya proses belajar dengan menggunakan sistem ini bergantungkepada infrastruktur jaringan kecepatan tinggi. Namun kendala penerapan konsep ini terletak pada kenyataan bahwa memang jaringan internet di negara kita masih belum merata. Pada dasarnya, terdapat 3 (tiga) alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih, yakni :
1. Sepenuhnya secara tatap muka (konvensional)
2. Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan
3. Sepenuhnya melalui internet.
Salah satu komponen WBT yg sangat digemari adalah video-conferencing, yaitu dimana siswa dan guru dapat langsung mendiskusikan semua hal tanpa harus bertemu muka secara langsung. Sistem ini berkembang pesat di negara-negara maju dan dapat dimanfaatkan sebagai alat belajar mengajar di virtual classes ataupu virtual universities.”[4]
B.     Model-Model Pengembangan E-Learning
Desain model pengembangan e-learning setidaknya dapat dikembang-kan dari dua model berikut ini:
1.       Model Mental (Mental Model)
Model mental merupakan penyajian-penyajian konseptual dan operational yang dikembangkan ketika orang berhubungan dengan sistem kompleks. Model-model mental merupakan pemikiran yang terdiri atas kesadaran terhadap berbagai komponen dari suatu sistem dan dievaluasi menggunakan berbagai metode termasuk pemecahan masalah, trouble-shooting perfomance, ingatan informasi, pengamatan dan prediksi user (pengguna) terhadap perfomance (pengetahuan capaian). Model mental nampak lebih dari sekedar peta struktural dari komponen-komponen; meskipun pengetahuan sendiri merupakan peta mental yang harus disimpulkan dari suatu perbuatan.
Komponen-komponen model mental antara lain: pertama, pengetahuan struktural, merupakan pengetahuan tentang konsep struktur domain pengetahuan dan diukur melalui jaringan dan peta atau lingkaran-lingkaran konsep. Metoda ini berasumsi bahwa pengetahuan struktural dapat dibentuk menggunakan lambang. Kedua, pengetahuan capaian (perfomance), untuk tujuan menilai pengetahuan perfomance, pembelajar diberi tugas-tugas pemecahan masalah untuk menguji kesan visual mereka. Ketiga, pengetahuan reflektif, di sini pembelajar bisa menunjuk-kan kepada yang lain bagaimana cara melaksanakan suatu tugas tertentu. Dengan cara ini pembelajar pertama harus membuat daftar perintah, deskripsi tugas dan diagram alur untuk menguji gambaran mental nya.
Keempat, gambaran dari sistem, merupakan kenyataan model pembelajar yang secara khas dinilai dengan meminta pembelajar untuk mengartikulasikan dan memvisualisasikan bentuk - bentuk fisik. Kelima, kiasan-kiasan (metaphor), seperti juga gambar-gambar, pembelajar akan sering menghubungkan sistem baru dengan pengetahuan yang ada sehingga dapat dilihat orang lain. Keenam, pengetahuan eksekutif, untuk tujuan memecahkan permasalahan, pembelajar harus mengetahui kapan mengaktifkan dan menerapkan sumber daya kognitif yang diperlukan.
2.      Model Belajar Magang Kognitif (cognitive apprenticeship model)
Model ini berdasarkan pada berbagai kondisi-kondisi belajar misalnya belajar berlangsung dalam konteks aktivitas yang berkelanjutan, penuh arti dimana pembelajar perlu menerima umpan balik segera. Orang lain dapat bertindak sebagai model-model yang menyediakan bentuk yang dihubungkan dengan pengalaman pembelajar; konsep belajar fungsional dengan tujuan belajar yang tegas.
Model belajar magang tradisional biasanya memberi peluang untuk latihan. Karakteristik model belajar ini antara lain: gagasan bahwa pekerjaan adalah daya penggerak, dan penguasaan progresif terhadap tugas-tugas dihargai sebagai nilai penyelesaian pekerjaan; ketrampilan-ketrampilan tertentu diawali dengan belajar tugas; belajar dipusatkan pada capaian (perfomance) dan kemampuan untuk melakukan sesuatu; dan standar pencapaian diaktualisasikan dalam pekerjaan nyata.
Sesuatu yang dapat dijadikan teladan dalam metodologi belajar tradisional yakni menyediakan satu dasar pijakan untuk penggunaan model belajar magang kognitif dalam pengembangan materi print dan Web-based. Model ini mengabaikan perbedaan-perbedaan antara pendidikan dan pelatihan dan membantu pembelajar untuk menjadi seorang ahli.
C.     Contoh Model Pengembangan E - Learning
1.       Model Pengembangan E-Learning dengan Pendekatan Knowledge Management (KM)
Secara umum knowledge management meliputi dua bagian utama, yaitu proses-proses yang dalam pengetahuan itu sendiri dan elemen-elemen penopang, seperti orang dan teknologi. Proses dalam knowledge management merupakan pendekatan yang tepat untuk dijadikan sebagai landasan pengembangan e-learning, karena proses-proses itu sendiri yang terjadi dalam proses pembelajaran. Banyak pakar mengusulkan proses-proses yang terdapat dalam knowledge management. Knowledge Management (KM) dapat didefiniskan sebagai satu set (himpunan) intervesi orang, proses dan tool (teknologi) untuk mendukung proses pembuatan, pembau-ran, penyebaran dan penerapan pengetahuan.
Pembuatan pengetahuan adalah proses perbaikan atau penambahan potongan-potongan pengetahuan tertentu selama proses pembelajaran terjadi melalui pengalaman. Pembauran pengetahuan merupakan proses pengumpulan, penyimpanan dan penyortiran dari pengetahuan yang dikembangkan dengan pengetahuan yang dimiliki. Penyebaran pengetahuan adalah proses pengambilan dan pendistribusian pengetahuan untuk dipergunakan dalam proses pembelajaran yang lain. Penerapan pengetahuan merupakan proses pemanfaatan pengetahuan yang ada untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dikembangkan dalam proses pengalaman, seperti problem-solving, projek atau tugas.
Melalui proses knowledge management ini memberikan kerangka yang menyeluruh terhadap pengetahuan itu sendiri yang menjadi sumber dalam proses pembelajaran, dan juga tentunya dalam e-learning. Pelajar (learner) dan juga pengajar (teacher) dapat melibatkan diri dalam proses daur hidup pengetahuan, dan akhirnya dapat mengikuti perkembangan pengetahuan itu sendiri untuk mencapai nilai-nilai yang lebih besar dari sebelumnya.
Gambar di bawah ini menjelaskan tiga tipe perangkat lunak e-learning yang dapat dikembangkan untuk mendukung proses pembelajaran secara lebih menyeluruh dengan pendekatan KM.
Gambar 1:
Relasi Tiga Tipe Perangkat Lunak E-Learning

 


2.      Model Pengembangan E-Learning dengan Pendekatan Moodle
Moodle adalah sebuah nama untuk sebuah program aplikasi yang dapat merubah sebuah media pembelajaran ke dalam bentuk web. Aplikasi ini memungkinkan siswa untuk masuk ke dalam ruang kelas digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran. Dengan menggunakan moodle, kita dapat membuat materi pembelajaran, kuis, jurnal elektronik dan lain-lain. Moodle itu sendiri adalah singkatan dari Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment.
Moodle merupakan sebuah aplikasi Course Management System (CMS) yang gratis dapat di-download, digunakan ataupun dimodifikasi oleh siapa saja dengan lisensi secara GNU (General Public License), aplikasi Moodle dapat ditemukan di alamat http://www.moodle.org/.
Moodle dapat digunakan untuk membangun sistem dengan konsep e-learning (pembelajaran secara elektronik) ataupun Distance Learning (Pembelajaran Jarak Jauh). Dengan konsep ini sistem pembelajaran akan tidak terbatas ruang dan waktu. Seorang pendidik dapat memberikan materi pembelajaran dari mana saja. Begitu juga seorang peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dari mana saja.
Bahkan proses kegiatan tes ataupun kuis dapat dilakukan dengan jarak jauh. Seorang pendidik dapat membuat materi soal ujian secara online dengan sangat mudah. Sekaligus juga proses ujian atau kuis tersebut dapat dilakukan secara online sehingga tidak membutuhkan kehadiran peserta ujian dalam suatu tempat. Peserta ujian dapat mengikuti ujian di rumah, kantor, warnet bahkan di saat perjalanan dengan membawa laptop dan mendukung koneksi internet.
Berbagai bentuk materi pembelajaran dapat dimasukkan dalam aplikasi moodle ini. Berbagai sumber () dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. Naskah tulisan yang ditulis dari aplikasi pengolah kata Microsoft Word, materi presentasi yang berasal dari Microsoft Power Point, Animasi Flash dan bahkan materi dalam format audio dan video dapat ditempelkan sebagai materi pembelajaran. resource
Berikut ini beberapa aktivitas pembelajaran yang didukung oleh Moodle adalah sebagai berikut (1) Assignment. Fasilitas ini digunakan untuk memberikan penugasan kepada peserta pembelajaran secara online. Peserta pembelajaran dapat mengakses materi tugas dan mengumpulkan hasil tugas mereka dengan mengirimkan file hasil pekerjaan mereka, (2) Chat. Fasilitas ini digunakan untuk melakukan proses chatting (percakapan online). Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat melakukan dialog teks secara online, (3) Forum. Sebuah forum diskusi secara online dapat diciptakan dalam membahas suatu materi pembelajaran. Antara pengajar dan peserta pembelajaran dapat membahas topik-topik belajar dalam suatu forum diskusi, (4) Kuis. Dengan fasilitas ini memungkinkan untuk dilakukan ujian ataupun test secara online, (5) Survey. Fasilitas ini digunakan untuk melakukan jajak pendapat.
Moodle mendukung pendistribusian paket pembelajaran dalam format SCORM (Shareble Content Object Reference Model). SCORM adalah standard pendistribusian paket pembelajaran elektronik yang dapat digunakan untuk menampung berbagai macam format materi pembelajaran, baik dalam bentuk teks, animasi, audio dan video. Dengan menggunakan format SCORM maka materi pembelajaran dapat digunakan dimana saja pada apalikasi e-learning lain yang mendukung SCORM. Saat ini telah banyak aplikasi e-learning yang mendukung format SCORM ini. Dengan demikian maka antar lembaga pendidikan, sekolah ataupun kampus dapat saling bertukar materi e-learning untuk saling mendukung materi pembelajaran elektronik ini. Dosen atau pengajar cukup membuat sebuah materi e-learning dan menyimpannya dalam file dengan format SCORM dan memberikan materi pembelajaran tersebut dimanapun dosen atau pengajar itu bertugas.
D.      Strategi Pengembangan Model-Model E-Learning
Ketika berbicara tentang strategi pengembangan e-learning, maka hakekatnya adalah sama saja dengan strategi pengembangan perangkat lunak. Hal ini karena e-learning adalah juga merupakan suatu perangkat lunak. Dalam ilmu rekayasa perangkat lunak (software engineering), ada beberapa tahapan yang harus dilalui pada saat mengembangkan sebuah perangkat lunak sebagaimana dideskripsikan dalam gambar di bawah ini:




Gambar 2
Tahapan Rekayasa Perangkat Lunak
 

Masalah analisa kebutuhan ditonjolkan karena ini hal terpenting yang sering dilupakan oleh pengembang aplikasi e-learning. Pengembang terobsesi untuk membuat aplikasi e-learning terlengkap dan terbaik, padahal hal itu belum tentu sesuai dengan kebutuhan sebenarnya dari pengguna. Dari berbagai literatur yang ada, kegagalan e-learning sebagian besar diakibatkan oleh kegagalan dalam analisa kebutuhan yang mengandung pengertian bahwa pengembang tidak berhasil meng-capture apa sebenarnya kebutuhan dari pengguna (user needs). Hasil dari proses analisa kebutuhan (requirements analysis) pengguna selanjutnya diterjemahkan sebagai fitur-fitur yang sebaiknya masuk dalam sistem e-learning yang dikembangkan.7
Strategi pengembangan model e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang diinginkan. Jika disepakati bahwa e-learning di dalamnya juga termasuk pembelajaran berbasis internet. Ada tiga kemungkinan dalam strategi pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course.
Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
Sedangkan model web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
Pengembangan e-learning tidak hanya menyajikan meteri pelajaran secara on-line saja, namun harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik belajar dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, ada tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya.
Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Untuk meningkatkan daya tarik belajar, perlu menggunakan teori games. Teori ini dikemukakan setelah diadakan sebuah pengamatan terhadap perilaku para penggemar games komputer yang berkembang sangat pesat. Bermain games komputer sangatlah mengasyikan, para pemain akan dibuat hanyut dengan karakter yang dimainkannya lewat komputer tersebut. Bahkan mampu duduk berjam-jam dan memainkan permainan tersebut dengan senang hati.8
Fenomena ini sangat menarik dalam mendesain e-learning, dengan membuat sistem yang mampu menghanyutkan peserta didik untuk mengikuti setiap langkah belajar di dalamnya seperti layaknya ketika bermain sebuah games. Penerapan teori games dalam merancang materi e-learning perlu dipertimbangkan karena pada dasarnya setiap manusia menyukai permainan.
Secara ringkas, e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet. Oleh karena itu e-leraning perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre test, membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas, contoh-contoh kongkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post test, sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-laarning perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: guru, ahli materi, ahli komunikasi, programmer, seniman, dll.9
Sedangkan untuk strategi pelaksanaan model pembelajaran e-learning, setidaknya terdapat empat model yang dapat digunakan dalam pelaksanaan e-learning di sekolah-sekolah. Setiap model yang digunakan mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pemilihan bergantung kepada infrastruktur telekomunikasi dan peralatan yang tersedia di sekolah. Model-model tersebut ialah:
1.       Selective Model
Jika jumlah komputer sangat terbatas, ia dapat ditunjukkan kepada siswa sebagai bahan demontrasi saja. Jika ada beberapa komputer, siswa diberi peluang untuk mendapat sedikit pengalaman hands-on.
2.      Sequential Model
Jika jumlah komputer sedikit, siswa dalam kelompok kecil bergerak dari satu set sumber informasi ke sumber yang lain. Bahan e-learning digunakan sebagai bahan rujukan atau bahan informasi baru. Jika terdapat beberapa komputer, siswa diberi peluang untuk mendapatkan pengalaman hands-on.
3.      Static Station Model
Jika jumlah komputer sedikit, guru mempunyai beberapa sumber berbeda untuk mencapai objektif pembelajaran yang sama. Bahan e-learning digunakan oleh beberapa kelompok siswa manakala siswa lain menggunakan sumber yang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama.
4.      Laboratory Model
Jika jumlah komputer mencukupi untuk semua siswa, maka bahan e-learning dapat digunakan oleh semua siswa sebagai bahan pembelajaran mandiri. Model ini boleh digunakan jika sekolah mempunyai perangkat komputer yang dilengkapi dengan jaringan internet.
E.       Meningkatkan Praktek Melalui Pengembangan Model-Model E-Learning
Setidaknya ada dua cara yang mungkin ditempuh untuk mening-katkan praktek melalui pengembangan model e-learning.
1.       Practice Models
Adalah mengembangkan atau membandingkan, mengevaluasi menurut model-model teoritikal saat ini dan kriteria penelitian, kemudian mengkomunikasikan kepada para praktisi, terkait dengan informasi mengenai konteks dan outcome. Yang sangat penting adalah menginformasikan keputusan tentang penggunaannya.
Model-model tersebut dapat dikomunikasikan dalam beberapa cara yaitu melalui: (1) Rencana-rencana pelajaran/desain belajar untuk lingkungan belajar yang sebetulnya atau yang dicampur-campur, (2) memberi saran untuk mewujudkan alat-alat e-learning yang lebih spesifik serta mempraktekkannya, (3) sebuah matriks pendekatan belajar dengan mempertimbangkan resiko, keuntungan dan ketepatan penggunaannya dalam konteks, (4) sebuah database tentang kegiatan-kegiatan yang mana para praktisi dapat mencari, membuat indeks untuk dampak belajar yang spesifik, konteks, atau kebutuhan, (5) alat bantu seperti arahan bagi para praktisi untuk rencana pembelajaran yang tepat yang berupa kegiatan-kegiatan dan nasehat sebagaimana tersebut di atas, (6) sebuah taman pengetahuan online yang para peneliti dan para praktisi member kontribusi, memperbaiki, menggambar dan membentuk konsep-konsep jaringan kunci dalam e-learning, (6) bahan-bahan untuk digunakan dalam pengembangan staf dan/atau refleksi seperti penyatuan modul-modul FPP atau untuk inisiatif pengembangan yang lain, (7) meningkatkan fungsi perpustakaan digital seperti mencari dan mengevaluasi sumber-sumber belajar.
2.      Standar dan Sistem Teknis (proven practice model)
Model-model data yang muncul akan mengkode peran belajar, konten, alat-alat dan pelayanan, serta mendukung interaksi di antara mereka. Standar dan sistem yang baru ini kemungkinan juga mempersilahkan model praktek yang baru dan modul-modul baru untuk muncul. Outcome spesifik yang diinginkan mencakup (1) masukan untuk desain belajar IMS dan standar-standar lain yang relevan untuk memastikan keluasan practice model dapat didukung, (2) pengembangan alat-alat desain belajar lebih lanjut untuk membantu para praktisi merencanakan dan mengimplementasikan pendekatan-pendekatan e-learning yang lebih efektif, (3) alat-alat belajar yang berbentuk modul, kegiatan-kegiatan dan scenario yang dapat diambil dan dimainkan dalam platform belajar terbuka, (4) sistem tutorial yang cerdas” dan “adaptif” untuk menggantikan peran guru atau praktisi dalam interaksi belajar yang spesifik, (5) pemetaan perbendaharaan kata teknis dan standar bagi tema-tema yang berorientasi praktek dan forum-forum yang melibatkan para praktisi dalam perdebatan seputar standar e-learning
Kedua cara tersebut akan meningkat drastis dengan sebuah standar kerangka kerja untuk merepresentasikan model-model praktek, memberikan perbandingan yang efektif antara model-model dan dukungan para praktisi pembuat keputusan dan refleksi. Ini merupakan tugas para pengkaji model-model e-learning untuk mengeksplorasi apakah model-model praktek yang berbeda-beda dapat diartikulasikan menurut kerangka kerja umum yang dapat diterima oleh para praktisi. Kerangka kerja tersebut seharusnya juga dapat diterima oleh para peneliti pendidikan agar dapat mengevaluasi apakah practice models secara pedagogis dapat diterima. Dan akhirnya ia seharusnya dapat diterjemah-kan ke dalam technical models untuk dapat mengembangkan sistem berbasis standar seperti segala sesuatu yang terlibat dalam mendukung desain belajar.
Ada empat komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan menggunakan model e-learning di sekolah. Pertama, siswa dituntut secara mandiri dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar siswa mampu mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Kedua, guru mampu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan, memfasilitasi dalam pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ketiga, tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang keempat, administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi pembelajaran.
Kunci sukses terealisasinya program e-learning, yakni adanya perencanaan dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan efektifitas dalam pembiayaan, integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam mengadopsi perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar. Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning yakni pertama, menentukan strategi yang jelas tentang target audience, pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget dan pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang tunai. Kedua, menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial or OS-LMS. Ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahaan yang mengembangkan penelitian berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan di sekolah. Keempat, menyiapkan bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta menyiapkan short response time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks investasi jangka panjang.
Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam pengembangan bahan pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan setiap pertemuan, menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Bahan tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari serta diberikan latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan (additional matter) hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang ada di internet agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka secara teknis guru tinggal meng-upload ke situs e-learning yang telah dibuat. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program e-learning/digital classroom adalah guru menggunakan internet dan email untuk berinteraksi dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu mengatur waktu belajar, dan pengaturan efektifitas pemanfaatan internet dalam ruang multi media.11
F.        Materi E- Learning
Menjelaskan ruang lingkup materi yang akan dibuat dalam E Learning serta karakteristiknya. Penjelasan karakteristik materi menjadi acuan penting dalam perancangan metode pembelajaran yang tepat. SAP/GBPP bisa menjadi panduan untuk menentukan secara detil bagaimana ruang lingkup dan karakteristik materi yang akan dibangun.
Pokok bahasan
Sub. Pokok bahasan
karakteristik
pendahuluan
Aturan Perkuliahan
Peran PL
Definisi PL dan RPL
Aktivitas Fundamental dari Proses PL
Paparan
Paparan, Contoh
Paparan
Model proses PL
Model Waterfall
Model Process Incremental
Model Incremental
RAD Model
Model Process Evolutionary
Model Prototyping
Model Spiral
Model Concurent Development
Model Process – model process khusus
V Model
The UP

Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisa si
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Paparan, Visualisasi
Rekayasa system dan analisis kebutuhan
Definisi sistem berbasis komputer
Pemodelan sistem
Rekayasa Proses Bisnis
Rekayasa Produk
Example




[1] http://e-dufiesta.blogspot.com/2008/06/pengertian-e-learning.html
[2] Sihabuddin, Model-Model Pengembangan E-learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, (Nizami 2009, Vol.12, No.1), hlm. 93-94
[3] http://elearning.undana.ac.id/
[4] http://wilis.himatif.or.id/download/model-model%20e-learning.pdf